4/15/2011

CERPEN (Berkah Doa Seribu Cinta)

Berkah Doa Seribu Cinta


Rini menatap pantulan wajah di meja rias. Sesekali dia tersenyum. tangannya pelan menyisir rambut hitam sepinggang. Tak bosan dia mengusap rambut halusnya. wajahnya adalah telaga bening. kesempurnaan kecantikan tiada cela.
Sang ibu mengintip dari sela-sela pintu. Selalu ada kebanggaan saat melihat anak semata wayangnya berhias. Rini memang perhiasan yang paling indah baginya. kebanggan sekaligus penyemangat untuk mencari nafkah. Dia rela bangun dini hari, pergi kepasar membeli aneka lauk dan sayuran untuk keperluan dapur para tetangga. sendiri dia melakoni semua. Dia tak mempermasalahkan Rini yang enggan membantu. Dia pun tak ingin tubuh pualam putrinya tergores, terpapar bau amis ikan dan sengit bumbu dapur. Biarlah Rini sibuk belajar di salah satu universitas negeri di daerahnya. Rini mendapatkan beasiswa dari kampus tempat dia belajar karena Rini termasuk anak yang pandai.
Namun kebanggan itu hanya milik ibunya. Bertolak belakang dengan Rini yang sering malu jika teman-temannya tahu bahwa ibunya adalah tukang sayur berbadan ringkih dan berwajah jelek. Dia tak pernah mau jalan beriringan. Biar orang-orang tak tau, kecantikan bukan turunan. kalaupun terpaksa, dia akan mengaku bahwa perempuan itu adalah pembantunya.
Hari itu, wajah ibu Rini bersinar terang, anak semata wayangnya akan diwisuda sebagai sarjana ekonomi dan meraih peringkat terbaik, tidak sia-sia selama ini ibunya banting tulang mencari nafkah, dia bersiap diri pergi ke kampus untuk melihat anaknya diwisuda.
Di ruang gedung acara wisuda, Rini menyuruh ibunya untuk duduk agak jauh. Lagi-lagi dia tidak mau ada orang menanyakan hubungan mereka berdua. Tapi si Ibu sesekali mengajak Rini bicara. Seorang teman Rini yang memperhatikan bertanya, ”ibu itu siapa mbak?ibunya, ya? Rini gelagepan. Dia menjawab. ”eh, tidak. dia pembantu saya. si ibu sempat mendengar ucapan Rini. Godam besar menghantam dadanya. Dia tak percaya Rini bisa berbicara seperti itu. Kalimat itu membuatnya kecewa dan terluka. Mata ibu Rini berkaca-kaca. Ibu Rini tak semangat lagi, diam-diam dia meninggalkan gedung tempat Rini akan diwisuda.
Sampai suatu subuh, terdengar kabar bahwa Rini mengalami kecelakaan, mobil milik teman yang ditumpanginya menabrak truk pengangkut minyak. Temannya tewas ditempat sedangkan Rini, wajah dan tubuhnya hancur, tangan kanan patah, sebelah mata kirinya tertusuk pecahan kaca namun dia belum meninggal. Kondisi Rini kritis, sudah dua bulan Rini terbaring di rumah sakit. Tak ada tanda-tanda kesembuhan, layaknya mayat hidup, hanya jantungnya yang masih berdetak. Berita Rini yang susah meninggal tersiar luas. Bisik-bisik tetangga menduga, Rini pasti kena karma. Selama ini telah merendahkan ibunya. Sampai suatu ketika ada seorang ustadz, ustadz tersebut mendatangi ibu Rini dan berkata. “Apakah benar Rini telah menyakiti ibu?”
Ibu Rini tak menjawab. Matanya mulai sembab. “Apa ibu mau, anak ibu terus merasakan sakaratul maut yang tanpa akhir?, ibu tak mau memaafkan dia?”
Pecah sudah bendungan di mata tua itu. Ibu Rini menangis, dia kemudian mau memaafkan segala kesalahan Rini. Dan masuk kedalam ruang dimana Rini dirawat. Kemudian ibu Rini memberi kekuatan pada anaknya yang berbaring tak berdaya itu, dengan berbisik di telinga anaknya dan berkata ”ibu telah memaafkanmu nak, pergilah dengan tenang, ibu selalu menyayangimu. ” Sesaat kemudian Rini tersengal sejurus kemudian Rini meninggal dunia. Si ibu memandangi anaknya tercinta denagn pandangan nanar, anak semata wayangnya telah meninggalkannya seorang diri, kemudian ditutuplah wajah anaknya dengan selimut, ibu Rini bersimpuh di lantai rumah sakit dan menengadahkan tangannya, mengharap bahwa anaknya terlindungi oleh seribu cinta darinya…[Lena]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar